Jumat, 28 Mei 2010

My Love Story

Ini merupakan tulisan iseng-iseng yang isinya mengenai perjalanan kisah cinta saya. Dalam hidup ini saya tidak pernah merasakan apa yang dinamakan “cinta sejati”, karena saya adalah sosok yang paling takut menjalin hubungan dekat dengan siapapun, khususnya kepada kaum Adam. Saya sangat senang berkawan dengan siapapun, namun untuk mengenal seseorang lebih dalam saya akan berfikir dua kali.

Saya mulai bisa menyukai lawan jenis ketika saya duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Pada saat itu, daripada dikategorikan “cinta” mungkin lebih tepatnya dikatakan “cinta monyet” ya…hehehe… Kaum Adam yang pertama kali saya sukai adalah teman sekelas saya, saya simpan perasaan saya hingga lulus dari SLTP. Meskipun sudah berbeda sekolah, terkadang saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke sana hanya untuk melihat wajahnya. Akhirnya saat ada kesempatan untuk pertama kali dalam hidup ini saya mengutarakan perasaan yang saya pendam selama tiga tahun lebih padanya. Namun, perasaan itu hanya pupus sampai disitu saja.

Setelah itu, saya bertekad untuk tidak akan menyukai kaum Adam lagi. Tapi ternyata pemikiran itu tidak sekuat hati ini. Sewaktu saya duduk di bangku SMA dan kebetulan pada saat itu sedang Try Out untuk persiapan Ujian Nasional, salah satu dari teman dekat saya menceritakan tentang ‘teman laki-lakinya’ kepada saya, semula saya kira itu hanyalah ‘curhatan’ semata ternyata dia memiliki rencana di balik itu semua. Suatu ketika, kami pergi ke warnet untuk melihat-lihat status di Friendster ( saya hanya ikut-ikutan saja,karena tidak punya Friendster hahaha…), di warnet tersebut ada seorang pemuda yang memperhatikan saya dan ternyata pemuda itu adalah teman dari teman saya. Kamipun akhirnya berkenalan, setelah itu kamipun sering bertemu dan jalan bersama. Saya tak mengira kalau kami memiliki banyak kesamaan, mulai dari hobi dan yang lainnya. Lambat laun saya sadar kalau saya menyukai dirinya meskipun saya tahu kalau dia masih menyimpan perasaan pada mantannya, namun perlakuan dirinya kepada saya membuat perasaan saya kian hari kian memuncak. Saya selalu memendamnya karena saya takut terluka. Hingga pada akhirnya, saat saya ingin menanyakan tentang hubungan kami yang tidak jelas ini akhirnya saya tahu bahwa saya bukanlah orang yang dia pilih.

Setelah itu kami tidak pernah berkomunikasi lagi. Meski dia berusaha untuk mendekat seolah tak terjadi apapun, saya selalu menghindar dan menghilang. Kerena baginya saya bukan siapa-siapa. Kemudian saya berusaha melupakan dirinya dan menjalin hubungan dengan kaum Adam yang lain melalui chating, tak disangka ternyata pilihan saya keliru dan taklama kamipun berpisah.

Meskipun saya sudah paham kalau dunia maya bukanlah jalan yang tepat untuk mencari pasangan, namun saya masih melakukannya. Pertemuan kaum Adam dari dunia maya yang ke dua ini pun juga kandas ditempat, lantaran banyak pihak-pihak yang tidak setuju saya berhubungan dengan pria ini. Hingga yang ke tiga, dia bukanlah dari dunia maya, melainkan ‘sahabat terdekat saya’ sewaktu di SMA. Saya tak mengira kalau akan ada sahabat saya sendiri yang menyukai saya. Namun, empat bulan bersama kami pun berpisah.

Saya tak mengira jika patah hati akan sesakit ini. Hingga pada akhirnya, hanya karena sebuah telepon iseng dari seseorang inilah yang mengubah diri saya dan pemikiran saya sampai saat ini. Karena pengalaman cinta yang sudah-sudah, saya menjadi pribadi yang kasar, sombong dan judes kepada kaum pria. Tak peduli dia kawan atau lawan, tak segan-segan saya dapat dengan mudah mengucapkan kata-kata yang tak sepantasnya ( padahal cewek ya?hihihi… ).

Dia datang di saat yang kurang tepat, di kala diri saya bukanlah “saya” yang biasanya. Semua uneg-uneg dan hujatan yang saya lontarkan ia terima, anehnya, mengapa ia terima begitu saja. Dia selalu membalasnya dengan ucapan yang halus, yang jujur dari hati. Meski saya kasar, ia selalu terima. Padahal kenal saja belum, bertemu muka saja belum, namun ada sesuatu hal entah itu apa yang membuat saya ingin mengenal pribadi itu. Lambat laun, saya pun akhirnya mulai membuka diri lagi.

Tak lama ia menyatakan perasaan pada saya…Hal yang paling saya benci dari para pria “dengan mudahnya dan dengan cepatnya mereka mengutaran cinta kepada seorang wanita”. Perasaan yang mulai meluruh inipun akhirnya kembali mendidih…

Seiring dengan waktu pun, keberadaan dirinya bukan lagi pengganggu. Dan saat ia menghilang, saya pun merasa kesepian. Dan saat ia kembali, saya merasa senang dan gembira meskipun kami hanya berkomunikasi lewat telepon dan sms.

Sebulan lebih kami sudah berkomunikasi, dan ia mulai lagi mengutarakan perasaannya pada saya ( meski pada awalnya saya tolak mentah-mentah, karena saya malu berkata jujur ) dan saya menerimanya. Setelah itu kami bersepakat untuk bertegur sapa secara langsung. Pertama kali bertemu dia terlihat begitu liar dan urakan…uh, saya tak suka itu. Tetapi ada pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang”, ternyata benar tak seperti yang terlihat dibalik semuanya itu dia memiliki sosok yang ramah, sabar, dan apa adanya.

Meskipun pada awalnya sahabat-sahabat saya melarang saya untuk menjalin hubungan dengannya, entah perasaan ini kuat atau tidak pada saat itu saya ingin sekali menjalin hubungan ini dengannya. Dan saya berusaha meyakinkan sahabat-sahabat saya dan dia untuk mengenal satu sama lain. Ternyata saya bisa ! sahabat-sahabat saya dapat menerima dia. Hari-hari pun berlalu dengan cepat, meski ada beberapa dari dirinya yang tidak saya sukai, namun demi saya ia mau merubah itu semua. Begitupun saya…

Kami saling mengkoreksi satu sama lain, dan terbuka satu sama lain. Hal ini dimaksudkan agar kami dapat mengenal dan berkomunikasi selalu. Jangan ada hal yang disembunyikan, segala uneg-uneg dan masalah harus selalu di bicarakan dan dipecahkan bersama, menangis, dan tertawa bersama itu yang selalu jadi komitmen yang medukung kami.

Meskipun adakalanya kami bertengkar, tetapi tidak pernah memakan waktu yang lama. Memang kami terpisahkan oleh jarak, tapi hal itu tidak pernah jadi masalah utama kami. Entah mengapa, saya percaya sekali padanya. Wanita sangat rentan sekali terhadap pemikiran “selingkuh”, tetapi saya tidak.

Satu kalipun bahkan sedetikpun pikiran itu tidak pernah terlintas dalam diri saya. Begitupun dirinya. Kami selalu membicarakan apapun yang ada di dalam pikiran kami masing-masing. Meskipun terasa bosan, tetapi buat saya ini adalah hal yang lumrah. Entah sajak kapan saya merasa dapat menjadi pribadi yang bijak, dan mulai bisa menjadi saya apa adanya. Yang biasanya saya tak bisa makan di depan pria, selalu ‘jaim’, dan menutup diri. Dengannya saya bisa menjadi dan tampil apa adanya saya tanpa terikat oleh benang-benang ke’jaiman’ saya selama ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Previous Post Next Post Back to Top